Ditulis oleh Nino Nafan Hudzaifi, President of FPCI Chapter UI Board of 2020
Kepemimpinan Indonesia di Kawasan dan Rekam Jejak Keketuaan Indonesia
Pada tahun 2023 ini, Indonesia kembali dipercaya untuk memegang keketuaan ASEAN dan akan memikul tanggung jawab dalam menyelaraskan Komunitas ASEAN yang lebih kohesif. Sebelumnya, Indonesia telah beberapa kali memegang estafet Keketuaan ASEAN pada tahun 1967, 2003, dan 2011. Pada masa itu, Indonesia muncul sebagai kekuatan regional dengan inisiatif-inisiatif penting yang menjadi landasan kerja sama di ASEAN. Kini, keketuaan Indonesia akan menjadi krusial mengingat tahun 2023 yang merupakan tahun pemulihan pascapandemi COVID-19.
Indonesia diharapkan dapat berperan dalam mengangkat agenda pascapandemi untuk menghadapi tantangan dan kebutuhan negara-negara Asia Tenggara. Dalam memenuhi harapan tersebut, Indonesia berfokus pada tiga prioritas: pemulihan ekonomi, mempertahankan sentralitas ASEAN, dan mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia. Pemulihan ekonomi negara-negara anggota ASEAN harus diprioritaskan dalam kepemimpinan Indonesia. Keseluruhan kredibilitas Indonesia terhadap pemajuan ASEAN ini termuat dalam tema Keketuaan Indonesia di ASEAN Tahun 2023: Epicentrum of Growth.
Kinerja Indonesia dalam Politik Internasional
Lalu, bagaimana pengaruh pencapaian Indonesia dalam pergaulan politik internasional memengaruhi Keketuaan Indonesia di ASEAN Tahun 2023? Sebelumnya, Indonesia memainkan peran penting dalam mengangkat agenda G20 pada konteks ASEAN untuk meningkatkan kemampuan pemulihan negara-negara ASEAN dan membangun ketahanan sebagai komunitas dan pengelompokan kawasan. Selain kepresidenan G20, pengalaman kepemimpinan Indonesia di Indian Ocean Rim Ocean Association (IORA) pada tahun 2015–2017 juga menjadi preseden krusial untuk membangun keterlibatan antarkawasan dalam menghubungkan negara-negara ASEAN dengan kerja sama yang berkembang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengejar kepentingan maritim ASEAN.
Indonesia juga harus mengedepankan sentralitas ASEAN dengan menempatkan ASEAN sebagai pusat proses pengambilan keputusan di kawasan. Sentralitas ASEAN setidaknya harus diwujudkan dalam implementasi kerja sama strategis yang telah ada, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP). Hal ini juga mempertimbangkan banyaknya proyek-proyek strategis nasional yang memerlukan investasi yang masif untuk diwujudkan, salah satu yang terbesar ialah proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru Indonesia di Pulau Kalimantan.
Keketuaan Indonesia di ASEAN dari Kacamata Hukum
ASEAN Charter atau Piagam ASEAN dalam konteks ini menjadi sumber hukum internasional bagi negara-negara anggota ASEAN dalam melaksanakan hubungan luar negerinya di tingkat regional kawasan Asia Tenggara. Penerapan Piagam ASEAN berimplikasi pada perkembangan hukum internasional di ASEAN maupun di Indonesia. Keberadaan piagam ini menjadi salah satu sumber hukum internasional bagi seluruh anggota ASEAN di kawasan.
Mengenai substansi perjanjian, Piagam ASEAN bukanlah perjanjian internasional biasa, melainkan perjanjian internasional yang bersifat khusus yang dapat dijadikan landasan bagi perjanjian dan instrumen internasional lainnya. Piagam ASEAN memiliki karakter khusus sebagai instrumen pembuat hukum untuk perjanjian ASEAN lainnya.
Mengacu pada ketentuan Pasal 2(1)(a) Vienna Convention on the Law of Treaties (VCLT) 1969 sebagai perjanjian internasional yang mengatur mengenai pembuatan perjanjian internasional, yang dimaksud dengan ‘perjanjian internasional’ adalah perjanjian dengan karakter internasional yang dibuat antara negara-negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik yang diwujudkan dalam satu instrumen maupun dalam dua instrumen atau lebih yang terkait dan apa pun sebutan khususnya,
Piagam ASEAN dengan demikian dikatakan memiliki karakter pembentuk hukum (traitlois) di kawasan ASEAN sebagai suatu perjanjian internasional dengan didasarkan beberapa alasan, yakni karena (i) mengatur aturan umum, (ii) disusun secara multilateral di kawasan ASEAN, dan (iii) tidak membatalkan kewajiban lain yang timbul dari perjanjian lain. Dalam hal ini, ASEAN menetapkan parameter dalam memberikan prinsip-prinsip dasar dalam interaksi antar negara anggota ASEAN. Piagam ASEAN adalah hasil perundingan kawasan yang merupakan hasil kompromi kepentingan nasional anggotanya dalam suatu perjanjian yang mengikat secara hukum. Piagam ASEAN tidak membatalkan perjanjian lain, tetapi bahkan mengakui dan menyatakan bahwa perjanjian sebelumnya yang dibuat sebelum pembentukan Piagam ASEAN masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Piagam ASEAN.
Berangkat dari hal di atas, Piagam ASEAN pun bersifat mengikat dalam konteks pengaturan keketuaan sebuah negara anggota ASEAN yang memegang posisi kepemimpinan saat ini. Keketuaan ASEAN memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa ASEAN berkembang seiringan dengan perubahan yang cepat dan waktu yang tidak pasti dalam dinamika global. Seorang ketua juga memastikan negara-negara anggota bekerja sama untuk memaksimalkan peran ASEAN sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 32(a) Piagam ASEAN yang berbunyi:
Negara Anggota yang memegang Kepemimpinan ASEAN wajib:
secara aktif memajukan dan meningkatkan kepentingan-kepentingan dan kemaslahatan ASEAN, termasuk upaya-upaya membangun suatu Komunitas ASEAN melalui inisiatif-inisiatif kebijakan, koordinasi, konsensus, dan kerja sama;